ARJUNO - WELIRANG - PENANGGUNGAN

By  : Budi Satrio
     : Maskun Shobirin



Flash Back,

Perjalanan ini bermula saat kami menjalani training karyawan baru PT. Altrak 1978 di Singosari. Pada tanggal 1 Mei 2008 nanti akan ada tanggal merah, tepatnya hari kamis, dan management memutuskan merubah jadwal training untuk  sekalian meliburkan hari Jum’at karena training pada hari Sabtu dan Minggu libur ( jawa : dino kecepet ) dan akan  gantikan di hari lain.
Aku dan Mas Budi iseng omong – omongan mau jalan jalan kemana libur panjang kali ini.

Aku : ( karena kita punya hobi yang sama )“Mas, Gimana kalo ke Arjuno?”
Budi:“ Boleh boleh !! Ayok nyari temen dulu siapa aja kira-kira yang mau, masak berdua aj..”

‘Mas Budi try to Called his friends’. Ternyata temennya bilang gak bisa kalau ke Arjuna, karena sedang ada kegiatan pendakian bersama ke Penanggungan.
apa boleh buat, tapi di lihat dari waktu yang lumayan cukup panjang…..???
We Make A Deal””” Kita ke Arjuno dulu kemudian turun lalu di lanjutkan gabung ke pendakian Penanggungan, Gimana???”

Ok, berangkat !!!!!

Jum’at, 25 April 2008

Aku mulai pinjam peralatan pendakian di PA STEPAS ( organisasi pecinta alam di SMKN 1 Sgs )
Sekalian woro-woro siapa tau ada yang mau ikut,

Aku  :“ Aku mau ke Arjuno trus lanjut ke Penanggungan, siapa yang mau ikut???”
Arif  :“ Wah nanggung iki gak skalian Arjuno-Welirang-Penanggungan ae
Aku  :“ aku sih ayo ae, tapi aku juga tak ngomong Mas Budi dulu, soale dia lagi ambil foto sama tenda ke Surabaya, tapi pean ikut kan?”
Arif  :“ iya tak usahain, tapi liat besok ae ya”

Message sent :
“ Mz tmenq ngajak k Arjuno Wlirang Pnggngan, gmn? Bisa g?”

Inbox:
“ OK, DEAL “

Aku  :“ Ok Rif Ayok persiapan ae sekarang ”
Sabtu, 26 April 2008
Arif  :“ Waduh Kun sepurane aku gak bisa ikut expedisi ini, mungkin aku cuma bisa ikut waktu ke Penanggungannya aja nanti, gimana ya??” ( karena rumah Arif  ada di kaki gunung Penanggungan )
Aku  :“ Wah yak opo iki?? Masak gak bisa Rif? Ini wes cita-cita kita dari dulu loh, mau kapan lagi? semua juga wes siap”
Arif   :“ Iya tau, tapi beneran sepurane, ku bener-bener gak iso
Aku   :" Waduh.. Iya wes, lha mau gimana lagi”

"Swow must be go on " begitulah kata pepatah ,biarpun 2 orang kami akan tetap lanjut ke rencana semula…

Bekal dan peralatan sudah disiapkan dan akhirnya tiba hari “H”

Rabu, 30 April 2008

Training selesai jam 4.30 pm,  kami segera pulang packing barang-barang dan persiapan-persiapan yang lain sampai jam 7.00 pm WIB.

“Here the story will be BEGIN”

# 7.00 pm    Berangkat dari Singosari ke Polisi Militer ( PM Lawang )

Naik angkot ( Bison ) Rp. 2000,- / orang.
Kemudian di lanjutakan naik ojek ke Pos I ( Pos Perijinan ) Rp. 7000,- / orang
Dan untuk biaya perijinan Rp. 2800,- / orang

# 8.00 pm - 9.00 pm        Pos I – Barak II

Kabut begitu tebal, jarak pandang mungkin hanya sekitar 2 meter, hawa dingin khas daerah pegunungan sudah terasa menusuk kulit ari-ari, pohon beringin yang berada di jalan sebelum memasuki daerah kebun teh turut mendengar do’a kami agar semua perjalanan kali ini bisa lancar dan sampai dengan selamat.
Sepanjang perjalanan kebun teh hanya gelap dan sinar senter yang mengiringi langkah menerawang kabut, menyisiri jalan tikus menuju Barak II, jalan ini terasa tak asing lagi bagiku karena cukup sering aku lewati, kebun hijau yang luas hanya tampak 2 meter menemani jejak tapak kaki kami.

# 9.00 pm – 10.30 pm    Barak II – Pos II

Gemerlap lampu kota Malang, warna warni pemiukiman yang biasa kita tinggal, tempat dimana kita belajar menyombongkan diri, semuanaya tampak kecil tak berarti apa-apa, tak sebesar apa yang di kepala kita. Tampak jalanan jalur Malang - Surabaya dengan lampu jalan yang berderet panjang, berkelap - kelip sepanjang malam.
Pos II adalah tempat peristirahatan bagi para pendaki, ada satu gubuk yang di kelilingi oleh alang-alang, karena tempatnya yang terbuka angin disini lumayan kencang, menambahkan dingin suasana pos II, disini kita dapat mencari tambahan air dengan perjalanan mengarah kekanan gubuk, terdapat  tempat aliran air yang tergenang di bebatuan.
Kebetulan kami bertemu pendaki lain di Pos II yang juga sedang beristirahat, tapi untuk perjalanan turun. Ada 3 orang, 1 cowok dan dua cewek berasal dari daerah Lawang.

Kamis, 1 Mei 2008

# 9.16 am – 12.20 am        Pos II – Mahapena ( Pos III )

Cuaca yang tak begitu bersahabat, masih berkabut dan matahari yang tak kunjung terlihat, istirahat yang cukup dan sarapan, perjalananpun kami mulai lagi.
Dari sini ada 2 jalur pendakian, pertama lewat jalur protocol, jalan yang di lewati landai dan butuh waktu tempuh yang lebih lama. Jalur kedua dinamakan “lincing” jarak tempuhnya memang singkat tapi jalannya menanjak dan zig-zag, kami memilih untuk lewat jalur yang kedua dengan tujuan Pos Mahapena ( Pos III ).
Mahapena dulunya adalah tempat yang nyaman dengan pemandangan yang sangat indah, sebelum kejadian kebakaran hutan yang terjadi sekitar tahun 2006, dulu ada 1 gubug peristirahatan disini tapi sekarang hanya ada sisa tanah lapang untuk mendirikan tenda.


Pemandangan di perjalanan sebelum sampai Mahapena

# 1.00 pm – 6.00 pm        Mahapena – Pelawangan

Kurang lebih 40 menit istirahat di Mahapena, makan mie dan minum Energen, kami langsung melanjutkan perjalanan.
Saat melewati kawasan Alas Gombes kami sedikit terkejut karena dijumpai dengan seekor rusa muda di jalur pendakian, yang terlihat sedang mencari makan, dan tampaknya terusik karna kedatangan kami, sayangnya belum sempat kami mengambil dokumentasi. ( “ tapi beneran ada lho..!!” )
Setelah Alas Gombes, segera kami akan melewati hutan yang bernama “ lali jiwo ” yang dalam bahasa Indonesia berarti lali = lupa dan jiwo = jiwa, yang konon banyak orang yang tiba-tiba tersesat dan sampai hilang, ada juga yang merasa sangat lama sekali saat melewati jalan ini, jika perjalanan normal kawasan hutan ini bisa di tempuh +/- 30 menit.
suasana yang nyaman, dengan pohon pohon tua yang lebat, dan sudah berlumut pada pangkal batang batangnya, teduh,  hampir tak tersentuh matahari,suasana yang hening dan tenang membuat sedikit ingin berlama-lama disini, banyak strowbery hutan dan mawar hutan yang sambil lewat bisa merasakan buahnya. ( jangan makan banyak banyak, karena rasanya yang agak masam jadi membuat drop tenaga kita )
Kabut masih tetap lebat dan di sini hanya ada aku dan Mas Budi saja, tak salah jika tiba tiba terasa merinding bulu kudu kami.
Hutan lali jiwo akan berakhir saat kita sudah berjumpa dengan cemara-cemara yang banyak, Daerah yang bernama “Cemoro Sewu”
dan sekitar kurang lebih 2 jam berjalan melihat pemandangan cemara, cemara , dan cemara lagi, kami tiba di daerah Pelawangan.
Sore ini benar - benar dingin di Pelawangan, hari juga semakin gelap, rencana semula hari ini kita akan ngecamp di puncak. tapi sesuatu yang tak ada dalam kamus perjalanan kami terjadi, Tampaknya kondisi Mas Budi sudah gak vit, badannya menggigil oleh perubahan suhu dan udara disini, segera saja kami buka tenda yang tepatnya di bawah batu besar di Pelawangan.
Dalam tenda Mas Budi nampak semakin menggingil keras.
Dalam hati:“ Wah kalo kena Hipotermia gimana ini ???” kamipun juga Cuma berdua (cemas)
Angan-angan 3 gunung sudah tak terlintas di pikiran lagi, besok mungkin kami harus segera pulang, tapi sebelum itu kita sepakat coba lihat kondisi besok saja.
Mas Budi tak suruh tidur, pakai sleeping bag yang kebetulan cuma bawa satu, lalu  aku masak di dalam tenda supaya sedikit terasa hangat, kumasakan air minum dan sekalian bisa di masukkan dalam sleeping bag agar dalamnya hangat.
Suhunya memang bener-bener dingin untung masih punya jaket tebal, bandana, sama kaos kaki, cukup lah buat tidur supaya gak terasa dingin, tapi sepintas sebelum tidur ingat cerita teman-teman kalau di bawah batu itu tempatnya……?????Hiiii…!!!!! AW Ah gelap tidur aja wes….

Jum’at, 2 Mei 2008

# 7.00 am – 8.06 am        Pelawangan – Puncak Ardjuna

Jam dipergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 3.00 am, udara pagi terasa semakin dingin sampai di dalam tenda kelihatan embun-embun, jam segini memang sudah waktunya bangun, karena sudah gak bisa tidur lagi merasakan dinginnya suhu. Nyalakan kompor, bikin minuman hangat supaya
sedikit ngurangi dingin di dalam tenda, pagi masih lama, waktu masih cukup untuk buat masak nasi sama buat mie ( makanan pokok hehe… )
Waktu shubuh tiba, Subhanallah Shalat subuh di puncak, sudah coba untuk sendekap rapat tetap terasa dinginya, semua badan bergetar tak bisa untuk tenang.
Sunrise pagi ini tak begitu indah karena awan dan kabut masih  tetap menyelimuti kawasan puncak Arjduna, tapi dari sini sudah terlihat lautan di sekitar Tanjung Perak di Surabaya.
Alhamdulillah keadaan Mas Budi sudah membaik. Kamipun bangun segera packing, bekal yang sempat dimasak kami simpan untuk di makan di puncak sambil istirahat.
Perjalanan ke puncak cukup menyenangkan meskipun menanjak, di sekitar jalannya banyak buah-buahan kecil-kecil tak tau apa namanya, rasanya cukup manis, jika anda beruntung pada musim matang, anda bisa menyicipinya sambil jalan ke puncak.

# Puncak Ardjuna

Alhamdulillah 1 puncak telah sampai dengan selamat.
Dalam perjalanan tak satupun kami bertemu dengan pendaki lain selain di pos II saja, tapi dipuncak arjduna tiba-tiba terlihat sosok seseorang sendirian duduk di atas batu siapakah ia??
Siapa dia ini?? Kami coba sapa, dia malah menjawab dengan bahasa lain yang buat kami sedikit bingung. Iya, dia ternyata memang bukan dari Indonesia dia datang dari negeri seberang, negeri Jiran Malaysia.
Dalam kelompoknya ada 5 orang dan 2 gaet dari Surabaya, dia mendahului teman-temannya untuk mengejar sun rise yang ternyata sama juga tertutup kabut, satu persatu temannya datang suasanapun menjadi rame….
And foto-foto ( narsis ) lumayan foto sama turis hehe…



Puncak Arjuno


Narsis sama orang Malaisia


Mas Budi and Turis

# 9.25 am – 1.10 pm        Ardjuna – Lembah Kijang

Selesai istirahat dan sedikit menikmati panasnya puncak, kamipun bersiap-siap melanjutkan perjalanan ke Welirang.
Disinilah letak petualangan sebenarnya yang buat sedikit menegangkan, dalam perjalanan ini kami berdua belum pernah melewatinya, aku sendiri boleh dibilang berulangkali muncak ke Arjduna dan Mas Budi sendiri hanya pernah ke Penanggungan dan Welirangnya.
Hanya Tuhan dan sedikit informasi yang kami dapat yang menuntun perjalanan 4 kaki kecil yang tak tau apa-apa ( weeeee…hehehe…. )
Bismillahirrahmanirrahim, langsung kami mulai perjalanan, untuk sarapan kami tunda nanti sampai di bawah saja, malu sama turis makan mie hehe...
Jalurnya terlihat jelas yang katanya juga bisa kearah tretes, kamipun mengikuti jalan sampai ada di antara tumpukan bangunan tua yang ada di kawasan puncak, ada banyak cabang dari sini dan semuanya kelihatan jelas, karna tak tau apa- apa kamipun inisiatif melihat arah tujuan kami, langsung kami ambil arah ke kanan yang memang sepertinya kami pikir kontur jalannya kebawah demikian. Jalannya setapak dan jelas, dan terus turun melingkari bukit, dan semakin turun.
Setelah agak lama berjalan mulai terasa jalannya semakin hilang,  semakin tak jelas, melompati kayu, gelantungan, nerobos di bawah kayu dan jurang di samping semakin tajam. Kamipun sedikit heran dan berfikir, apa ini jalan yg bener?? Masak seperti ini?? 1 orang dari Malay saja tadi tanpa gaet bisa sampai  ke puncak tanpa tersesat, padahal jalan ini tak mungkin lagi buat jalur mendaki, masih mencoba meyakinkan diri meneruskan perjalanan, tapi jalan semakin gak karuan, Aku dan Mas Budi beristirahat sambil sedikit minum, mencoba berpikir tenang. 
Sudah tak terlihat lagi jalan-jalan, pohon-pohonpun sudah tinggi menutupi, apa mesti harus kembali lagi??? Rasanya sudah nanggung untuk kembali.
Akhirnya kami putuskan mencari jalurnya lagi dari sini dengan cara menaiki bukit disisi kanan kami untuk dapat tempat yang tinggi untuk mencari jalur yang benar, meskipun agak berat dan memang tak ada jalannya, yup..!! gak ada opsi lain.
Pucuk dicinta ulam pun tiba , ( demikian kata pepatah hehe.. )Alhamdulillah sungguh kami bersyukur, sampai di atas bukit ternyata ketemu petunjuk jalan bertuliskan “ Welirang “, jalannya cukup besar, bisa buat jalan bareng berjajar sampai 3 orang. Tak ambil pusing lagi kamipun segera melanjutkan perjalanan, tak begitu lama ada 2 jalur percabangan, tapi sesuai instruksi dari temenku Sentono FYT yang sudah familiar jalur ini dia bilang “ gak usah bingung nanti di sana ada 2 jalur percabangan nanti ketemunya sama saja, terus nanti ada jalan yang tergenang air jalurnya masih kelihatan aja, dan setelah lewat lembah kijang nanti ada pohon tumbang terserah aja, mau lewat atasnya bisa lewat bawah juga bisa”
Demikian sedikit wejangan dari Mbah Sentono sebelum kita berangkat (hehehe…) Jadi santai aja kami mengikuti jalan.
Hujan tiba - tiba turun begitu lebat, jalan disini menurun dan semakin tak terlihat karena juga menjadi jalan air, dengan memaakai jas hujan dan jaket, perjalanan terus kami lanjutkan.
Kami bertemu dengan panitia diklat dari Surabaya yang kebetulan sedang ada diklat ke Arjuna. Beruntung kami bertemu kelompok ini dari sedikit perkenalan yang ada kami dapat saran kalau mau ke Pondokan tinggal ikuti aja tali raffia yang sudah ditinggalkan di setiap jalan sebagai petunjuk peserta diklat.
Jalan yang katanya Sentono  menggenang air sudah kami lewati, jelas saja terlihat karna airnya jernih sekali sampai kelihatan dasarnya dan beberapa menit kamudian kami tiba di Lembah Kijang.

# 1.11 pm – 4.00 pm        Lembah kijang – Pondokan

Lembah kijang adalah padang rumput yang luas dan hijau, air sangat melimpah ruah disini, jernih dan segar, dan disini juga biasanya digunakan tempat camp-camp para pendaki, seperti yang terlihat camp pelancong Malaysia tadi yang masih bejajar terpasang disana. Tapi aku dan Mas Budi sepakat untuk melanjutkan perjalanan, kita akan ngecamp di Pondokan saja
karna menurut informasi memang hanya tinggal +/- 30 menit lagi.
Kami meneruskan perjalanan sambil mengikuti petunjuk tali raffia yang terpasang di jalan. Sampai tiba di pohon tumbang kami melewati bagian kanan pohon itu lalu kami belok ke kiri untuk memastikan jalan, dan memang benar bertemu dengan jalan dari kiri pohon tumbang itu, kamipun lurus mengikuti jalan itu.
Setelah jalan cukup lama, rasanya dari tadi terlihat janggal, kami tak menemukan lagi satu rafiapun di jalan-jalan ini padahal jalannya juga sangat jelas sering di lewati, kami terus saja melanjutkan mungkin juga karena memang camp Pondokan tinggal sedikit lagi.
Sejenak kami berhenti karna ada sedikit panas matahari yang sampai ke Bumi, terasa hangat seperti hadiah bak sang musyafir menemukan air di padang pasir, maklum 2 hari ini kami jarang sekali ketemu dengan matahari, suasana yang berkabut terus.
Masih terus melanjutkan jalan yang kami lewati dan tiba tiba satu tempat yang tak pernah kami dengar dari cerita teman-teman ada di depan mata. Sebuah padang lapang yang luas, mungkin hampir seperti 2 kali luas lapangan sepak bola ada tepat di jalan yang akan kami lewati, “daereh apa ini??” ( dalam pikiran kami ).
Padang yang luas dikelilingi hutan dan gunung, dengan suasana yang sepi, dingin, hijau, dan indah sekali, tapi suasana seperti itu juga sedikit buat hati merinding, kita di sini hanya ada 2 orang di tengah tengah hutan, di tambah terlihat seperti jejak kubangan  dan kaki-kaki babi hutan.
Setelah melewati daerah itu kami pun kembali memasuki jalan hutan.
Kami sempat bertanya-tanya apa benar ini jalannya???, sepertinya sudah lama jalan ini tak pernah di lewati, kami teruskan berjalan dan sempat kami temukan bungkus permen di jalan “ ini emang pernah di lewati orang Mas Bud, kita coba saja “ kata ku.
kami terus berjalan namun jalurnya semakin tak terlihat, tertutup semak belukar yang tinggi-tinggi tak ada lagi terlihat jalan.

Aku :” Mz budi gimana ini?”
Budi:“ Iya Kun jalannya udah gak bisa lagi ini”
Aku :” Tapi tadi ada sisa bungkus permen pasti jalan ini pernah di lewati kan??”
Budi:” Iya mestinya sih gitu”
Aku :” Menurut Samean Pondokan tu ada di mana”
Budi:” Yang ku ingat-ingat dari struktur gunug-gunung dan arah kita tadi sih seharusnya pondokan ada di balik bukit depan kita itu”
Aku:” Ya udah Mas kita  potong kompas aja coba cari jalan sendiri  lewati bukit itu”

Kami berjalan memotong hutan di depan, tapi jalan semakin sulit untuk di lewati, kakiku terprosok-prosok di akar pohon pohon besar yang ada di sekeliling jalan, daun dan semak - semak sudah menumpuk menutupi jalan, sebenarnya yang aku takutkan dari keadaan seperti ini adalah ular, karna daerahnya yang lembab dan hari yang semakin sore dan gelap, suara suara hewan malam di hutan mulai saling bersahutan menambah suasana jadi sedikit seram. Kali ini tak ada lagi semangat, keberanian, tenaga, pikiran jernih, rasa yang ada hanya emosi, lelah dan memang lapar yang dirasa karna sampai saat ini belum kami menyantap makan dari tadi pagi.
Iya,, Kita putuskan kembali saja dari sini, untuk ngecamp di lembah kijang karna sudah sore dan sangat lelah ( nyasar maneh ternyata Jooo… hehe… )
Kami kembali lewati jalan seadanya, potong kompas asalkan sampai ke jalan yang tadi ada ke titik awal berjalan dari hutan, Sampai sebelum memasuki padang luas itu sejenak kami berhenti membuka bungkus nasi, dan cuma sosis siap saji yang jadi pelengkap nasi yang sudah dingin dan sedikit keras.( hmmmm… nikmatnya…:D )
Perjalanan kami lanjutkan, melewati padang itu lagi dan sampai pada akar pohon kayu yang roboh itu, sejenak berfikir dan mencari-cari dimana letak kesalahan ini, apakah sudah benar jalan yang kami lewati…. DAN… Seutas tali rafia yang terikat di ranting kami temukan lagi..
Astaghfirulllah… ternyata saat meyakinkan jalan yang bercabang di pohon tadi tak sempat kami menoleh kearah kanan yang memang jalannnya sedikit tertutup oleh rimbunan semak. Segera saja kami lanjutkan berjalan dan memang benar hanya +/- 10 menitan kamipun sampai di Pos Pondokan. Alhamdulillah.....
Pondokan yaitu tempat tinggal para penambang belerang di Gunung Welirang, banyak gubug gubug tempat tinggal para penambang dan juga ada tempat hasil penambangan belerang, disini terdapat tempat mengambil air, tapi sayang airnya begitu keruh karena hujan.Kamipun segera membuka tenda, bersih-bersih, menjemur pakaian basah  meskipun gak ada panas dan segera beristirahat melemaskan otot-otot dan kaki yang mulai bengkak-bengkak, rencana bermalam di puncakpun gagal dan kami putuskan bermalam Pondokan.

Sabtu, 3 Mei 2008

# 7.30 am – 10.00 am        Pondokan – Puncak Welirang

Pagi yang masih dingin dan matahari yang tak kunjung menampakkan wujudnya karna terselimuti awan, semua barang telah terpacking, perut sudah terisi dan segera kami lanjutkan perjalanan.
Jalan ke puncak Welirang tak begitu sulit di temukan karna juga digunakan oleh para penambang G.Welirang.
“ Warning “ hati – hati dengan para penambang kalau ingin mengambil foto atau video, karna penambang bisa jadi merasa terganggu rutinitas pekerjaan mereka dan bisa-bisa anda akan di minta merogoh sedikit kocek untuk hasil foto yang anda abadikan".
Jalur terbagi dua saat akan menuju puncak, kanan adalah jalan bebatuan yang menanjak dan ke kiri jalannya memutar dan landai.
Mas Budi agak sedikit lupa dengan jalan ini, karena sudah cukup lama pengalamannya mendaki welirang. Kami akhirnya memutuskan untuk ambil jalan ke kiri. Ternyata ini adalah jalan penambang, yang di gunakan ke pusat galian welirang, kamipun tak menyangka jika ada pemandangan bagus disini, kita berada ditengah antara tebing tinggi sisi sebelah kanan dan jurang yang dalam di sisi sebelah kiri, sedikit ngeri juga jika jatuh disana, tapi pemandangannya yang indah sayang untuk di lewatkan.
Dalam perjalanan kami terhenti sejenak karna melihat sebuah gua yang cukup besar dan kelihatan sunyi dan terdengar hanya tetesan-tetesan air yang jatuh di dalam, tapi tiba-tiba sekilas terdengar aktifitas orang di dalam sana, suaranya begitu jelas, kami coba beri salam, sekali, dua kali, tiga kali, tetap tak ada yang menjawab.
Jarak gua itu dan kami berdiri kira kira +/- 100m,

Aku :” Mas gimana? Nyoba masuk ga?”
Budi:” Berani ga kamu?”
Aku :” hehe.. endak wes mas gak usah cari gara- gara, aku masih pengen muncak”
Budi:” hehe… iya kun ayo jalan aj wes”


kabut tebal yang menyelimuti pemandangan sebelum puncak

Bau belerang sudah tercium khas sekali, coba aktifkan HP cek sinyal ternyata  ada, tapi angin-anginan ( kalau ada angin lewat baru bisa :D )
Alhamdulillah kaki kamipun sampai pada puncak tertinggi Gunung Welirang.


Puncak Welirang

# 10.45 am – 12.35 am    Puncak Welirang – Pondokan

45 menit sudah terasa cukup di puncak, bau belerang sudah puas kami hirup, sedikit mengambil dokumentasi dan…. Tapi, tunggu begitu banyak nama- nama pendaki yang tertulis di gunung Welirang tapi kali ini ada kumpulan nama-nama yang terasa tak asing lagi.

Aku  :” Mas Budi wah kayaknya anak STEPAS ada yang bakalan muncak ke Welirang nie..
Budi :” Wah iya tuh Kun, jadi sekalian nih di dokumentasikan “

Dalam hal ini kami tak bermaksud untuk menyengsarakan anggota yang lain, kami pun bisa menghapusnya, tapi kita hanya ingin ada yang mempertanggung jawabkan hal ini untuk tidak di ulangi lagi di kemudian hari, karena motto PA sendiri adalah “ Dilarang Meninggalkan sesuatu
kecuali Jejak Kaki “ ( maap ya kawand kawand :D )
(Makannya saran buat anak anak STEPAS, kalau ingin nulis sesuatu di puncak, yang agak jauhan dikit dari puncak, nah ini malah tepat di puncak tulisannya :D kena deh….)
Kami kembali melalui jalan yang berbeda, kali ini Mas Budi ingat jalur pulang yang dulu pernah dilewati. Dari puncak kami ambil jalur ke kiri, jalannya cukup curam dan bebatuan dan bertemu pada pertigaan jalur tambang yang kita lewati tadi.
Kamipun tiba di pos Pondokan, sedikit melahap bekal dan mengolesi minyak tawon kaki yang sudah lemas, bengkak dan kesleo ( komplit wes ).

# 12.55 pm – 03.06 pm        Pondokan – Kokopan

Jalan dari Pondokan tak jadi masalah karena juga di gunakan untuk menurunkan belerang yang telah disimpan di Pondokan ke Kokopan untuk kemudian bisa di angkut kendaraan, jalannya benar-benar licin oleh hujan.
Merasakan suasana perjalanan turun kali ini benar benar berbeda, terlintas dalam pikiranku, kami seakan menjadi orang yang terasingkan, 4 hari lenyap dari hiruk-pikuk kota, semuanya hanya hutan dan pegunungan yang menaungi, semuanya begitu sepi dan dingin dan sebentar lagi kami akan menemukan dunia kembali.
Seperti naik gunung biasanya, saat turun kamipun pasti  sedikit berlari, meskipun kaki kananku sudah terasa nyeri karena kesleo. tetap LANJUTKAN !!!
jalan mulai sedikit terasa sakit saat mendekati area Kokopan, karena jalan kini sudah berupa bebatuan atau biasa di sebut jalan makadam, jalannya zig-zag, kini meskipun kami melihat jalur potong kompas, 2 kali tersesat telah jadi pengalaman berharga buat kami, satu hal yang kami ingini saat ini hanya ” kami ingin segera  sampai ke peradaban” ( hehehe.. )
Tiba di Kokopan, sebut saja tempat peristirahatan istimewa, karena disini bisa minum kopi, makan roti, gorengan, krupuk dll. Karna ada sebuah warung kecil disini, jangan kuatir soal harga karna masih standart- standart saja.

# 3.40 pm – 4.54        Kokopan – Tretes

Hp di ON kan, coba menghubungi Arifuddin yang saat ini posisi sedang ada di Trawas, sudah dikirim tapi lama sekali tak ada jawaban, kita lanjutkan saja perjalanan turun yang masih dengan jalan berbatuan.
Nyaring sudah terdengar suara lalu-lintas kendaraan disini, peradabanpun sekarang jelas terlihat, tapi hanya kecewa yang di rasa, karna ternyata jalannya masih panjang dan masih berbatu.
Disini kita akan melewati tempat satu wisata, yaitu air terjun Kake Bodo, dan ujung dari perjalanan ini akan bertemu dengan Hotel Purnama.

Mojokerto

Setelah sampai di hotel Purnama langsung kami mencari Angkot L300 yang menuju Prigen @3000,-/orang , perjalanan kami lanjutkan dengan naik ojek dari Prigen ke Trawas, tepatnya ke Bale desa Tamiajeng @4000,- / orang.
Disinilah kami janjian bertemu dengan Faiz dan Arifuddin anggota STEPAS dan satu rombongan lagi dari jurusan Matematika ITS kelompok Mas Budi yang kebetulan sedang acara pendakian bersama.
Sebentar kami melepas lelah, sholat maghrib di mushola dekat Balai desa dan tentunya sedikit mencicipi  menu masakan yang sedikit berbeda dari yang biasanya, nasi gorang trawas dengan lauk lapar menambah nikmat rasa makan :D..

# 7.12 pm – 12.45 pm        Balai desa Tamiajeng – Puncak

Istirahat yah bisa di bilang cukup, makan sudah, persiapan sudah, Kali ini kami berombongan naik ke puncak Penanggungan ( fiuhh perjalanan malam lagi ).
Kami bersyukur ada bantuan Logistic dan mineral, dari Mas Fais dan Arif.
Semuanya bersama - sama berangkat menuju puncak, tak lupa sebelum jauh kami berjalan kita bersama-sama berdo’a agar perjalanan kita kali ini lancar dan tak ada halangan satu apapun.
Pengangungan, gunungnya di banding Arjuna atau Welirang memang tak terlalu tinggi, tapi ternyata inilah rintangan terakhirnya jalurnya tak memutar atau sedikit zig-zag, tapi jalannya menanjak lurus sampai puncak, wah bener-bener sungguh ampun di buatnya. Kaki kaki sudah lemas lunglai di hajar 2 gunung, sekarang saatnya mencapai klimaks ( Siiip wes ).
Tapi aku cukup bersyukur kali ini . karena sahabatku yang gak ada duanya ini, rela membawakan tas carrierku dan aku bawa daypack kecilnya ( makasih ya mas Arif hehehe… )
Tak banyak yang bisa di lihat di sini, Karena perjalanan malam dan hanya jalan menanjak bebatuan di depan yang selalu memanggil-mangil, "ayo cepet sampai puncak dan segera tidur!! hehee... ".
Jalannya memang extrim, kali ini aku bener-bener di buat ampun, baru kali ini aku mendaki sampai harus menurunkan 4 kaki hahaha….
Kami hanya sedikit sekali beristirahat, karena memang puncak penanggungan bisa di tempuh dengan waktu +/- 5 jam, jadi tujuan utama adalah camp puncak.
Sempat tertipu karena puncak penanggungan  terlihat di depan seperti sudah akan sampai puncak, tenaga sudah di keluarkan maksimal dan apa ternyata yang ada??? Setelah sampai diatas di depan masih ada jalan sedikit landai dan satu tanjakan lagi yang lumayan extrim, fiuh,,,,
Dan satu kabar buruk lagi ternyata tanjakan di depan itu juga belum sampai di puncak huft,,, ( puncaknya molor …… ) cape dech..
Tujuan belum tercapai perjuangan masih harus terus di lanjutkan puncak penanggungan masih menunggu untuk di temani tidur malam ini.
namun Jika saja aku di bolehkan berhenti dan duduk sebentar pasti akan sampai pagi ketiduran, letih dan capek yang di rasa, tapi tak bisa menyerah hanya sampai disini saja.

Puncak Penanggungan

12.45 pm begitulah waktu jam di tanganku yang di tunjukkan saat tiba di puncak terakhir tujuan kami, Puncak Penanggungan malam kali ini begitu berbeda dengan sebelumnya yang selalu berkabut.
Bintang- bintang seakan memberi selamat atas perjalanan ini.
Alhamdulillah ya Allah..
Segera kami buat tenda, ganti pakaian dan sedikit masak untuk mengisi perut yang sudah kroncongan.
Dipuncak penanggungan kalian harus hati-hati, ada makhluk asing yang tidak di inginkan di sini, ya… itulah si gerry piaraan sponge bob yang melepas cangkangnya,, siput yang tak ada cangkangnya, berlendir, menjijikkan, dan merambat dimana saja, ada di dalam tenda, dalam tas, pakaian ,sungguh menggaanggu sekali..
Setelah kami bersihkan tenda dari semua makhluk lunak itu, barulah kami bisa istirahat.


Minggu, 4 Mei 2008

Kami terbangun, sudah saatnya sun rise tiba, semua foto di siapkan, tapi kali ini lagi-lagi kurang beruntung karena cuacanya sedikit tertutup awan.
Jadi ya inilah saatnya narsis time… hehehe…


Budi , Maskun, Arif, Faiz

10.15 am – 1.06 pm        Puncak Penanggungan  - Rumah Arifuddin

Setelah cukup bersenang-senang melihat kawasan puncak Penanggungan, keliling melihat - lihat, ada sebuah gua di atas sana, rasanya sudah cukup karena hari sudah semakin panas, seperti biasa sebelum berangkat sarapan mie ( makanan pokok ).
Kelompok dari Jurusan Matematika ITS sudah pamit untuk duluan pulang, kamipun segera bersiap-siap dan meninggalkan puncak.
Seperti saat naik, kali inipun kami harus menuruni jalan yang curam, tak ada lagi acara turun sambil lari disini biarpun tenaga habis di recharge, tetep aja kaki masih bengkak-bengkak.
Setelah memasuki area pemukiman kita segera melanjutkan perjalanan ke rumah Arifuddin yang ada di kaki gungung Penanggungan, mampir di sebuah sungai yang airnya lumayan bening disitu kami membersihkan badan dan kotoran –kotoran sambil istirahat.
Sampai di rumah Arifuddin, segera kami mandi, sholat, lalu istirahat, sambil menjemur pakaia yang masih kumal untuk perjalanan pulang nanti.
Wah Wah Wah, aroma harum tiba-tiba tercium di rumah Arifuddin, perut langsung terasa kriut-kriut udah lama ga makan ( enak ) hehe…
Bener-bener rasanya nikmat lauknya mantab di tambah emang pas lagi kelaparan… ( special to Arifuddin : thanks a lot hehehe…. )
Dan ada satu lagi yang datang, bentuknya oval, kulitnya keras, berduri, baunya menyengat,,,,, iya langsung aja kita belah duren hahaha…
Jam 3 an rencana mau pulang tapi ternyata hujan turun tak tau kapan akan reda.

# 4.30 pm – 6.40 pm         Rumah Arifuddin – HOME

Hujan sudah mulai reda kamipun segera bersiap-siap dan pamit dan sekalian di antar ke terminal Trawas, kemudian kami naik L-300 turun di terminal Pandaan, kemudian naik bus ke Singosari-Malang.
6.40 pm kos-kosan usang menanti untuk dibuka pintunya.
Ucapan Alhamdulillah yang hanya bisa terucap, karna dari awal sampai pulang kami berdua bisa selamat.
Inilah akhir perjalanan ini, sambil cari makan malam lalapan belut langganan di jalan depan gang Mondoroko I, rasa capek mulai terasa, bercerita seakan tak percaya, 3 gunung telah kami lewati hanya 2 orang, tersesat 2 kali dan sekarang masih bisa berpijak di kota Singosari ini.
Besok training sudah di mulai lagi. Cepet- cepet kita istirahat dan harus ingat besok beli plester buat nyabuti hidung yang wes mulai pada ngelupas hehehe…

“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras ... diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil ... orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”  ( Soe Hok Gie )

SEE YOU NEXT ADVENTURE

Thanks to : Budi Satrio
                    M Arifuddin
                 M Faiz Syukrillah
                 Teman teman dari Matematika ITS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Kerajinan Berbahan Resin